Wednesday, September 10, 2014

Memberantas Mafia, Menyehatkan Ekonomi

Memberantas Mafia, Menyehatkan Ekonomi


presiden dan wakil  pre- siden terpilih Jokowi–JK kembali menegaskan komitmennya untuk fokus pada agenda pem- berantasan mafia di sek-tor-sektor strategis, seperti  pangan, energi,  logistik,  dan lainnya.
Praktik mafia merupakan extra ordinary  crime yang menggerogoti perekonomian nasional karena menyebabkan mekanisme pasar persaingan sehat  tidak  bekerja de- ngan  baik,  menghambat kebijakan industri, melanggengkan kebijakan tata niaga  impor  komoditas pangan yang merugikan petani, dan meng- hambat swasembada pangan ter- tentu  karena para  mafia menikmati rente  dari impor  pangan dan ekspor komoditas non olahan.
Para mafia yang beroperasi di semua sektor  strategis menyebab- kan  inefisiensi ekonomi nasional. Hal ini berimplikasi pada lamban- nya proses  transformasi struktural dari factor driven economy  yang mengandalkan sektor  primer  ke efficiency driven economy  berbasis produk manufaktur.
Praktik mafia dapat  dipetakan ke dalam  beberapa bentuk, yaitu: 

(1)   

tender, praktik mafia lebih  banyak terjadi  karena faktor  kesalahan kebijakan pemerintah. Sebagai con- toh, kebijakan pembatasan impor bawang putih  dengan instrumen quota  mengarahkan terjadinya prak- tik kartel  yang melibatkan
19 importir yang memiliki keterkaitan kepemilikan (cross ownership), hubungan kekeluargaan sangat  dekat, kesamaan gudang penyim- panan, dan lainnya.
Idealnya, kebijakan ini untuk melindungi produsen bawang putih  lokal.  Padahal, saat ini lebih  dari 95%  ke- butuhan bawang putih  na- sional  dipenuhi dari impor. Dengan  demikian penggu- naan  instrumen pembatasan impor  yang sejatinya untuk melindungi produsen di dalam negeri  menjadi salah kaprah.
Kebijakan quota  impor bawang putih  mengurangi jumlah importir sehingga mempermudah terbentuknya kartel  bawang putih  yang mengangkat harga  hingga mencapai sekitar  Rp120.000

hampir semua praktik kartel (mafia) yang  dihukum dan sedang diinvestigasi KPPU selalu dimulai dari  kesalahan kebijakan pemerintah yang  memfasilitasi para  mafia.

konsumsi daging  per kapita  nasio- nal terus  mengalami peningkatan, yaitu  dari 1,9 kg pada 2013 menjadi
2,2 kg per kapita  pada 2014. Penetapan kebijakan swasembada
daging  yang tidak  akurat men- dorong  para  mafia daging memanfaatkan situasi  ini de- ngan  menaikkan harga  secara tidak  wajar. Akibatnya, harga daging  impor  yang awalnya lebih  murah dibanding da- ging sapi lokal,  naik  secara eksesif  yang menguntungkan para  pemburu rente.
Akhirnya, sejalan dengan komitmen Jokowi–JK member- antas  praktik mafia di sektor- sektor  strategis maka  agenda yang segera bisa dilakukan dalam  jangka  yang sangat pendek adalah memperkuat KPPU dengan memasukkan amandemen UU Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli  dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ke dalam  agenda transisi.
Harapannya agar aman- demennya selesai  sebelum berakhirnya keanggotaan DPR RI periode  2009–2014

Persekongkolan antar  pelaku usaha dalam  menetapkan harga  (price per kilogram di Jatim  pada
Februari–Maret 2013. atau  paling  lambat  dalam masa  sidang  pertama DPR RI

fixing), membatasi produksi atau peredaran barang (output restriction) dan membagi pasar  (market alloca- tion).  (2) Persekongkolan horizontal antar  pelaku usaha yang difasilitasi oleh panitia tender  (persekongkolan vertikal).
Faktanya, hampir semua praktik mafia di Indonesia yang ditemukan KPPU selalu  diawali  dari persekong- kolan  antar  pelaku usaha yang dimediasi pemerintah. Ratusan laporan praktik mafia tender  per tahun yang masuk ke KPPU selalu melibatkan panitia tender  (pemerin- tah sebagai  pemilik proyek) dengan dugaan penggelembungan anggaran sekitar  10%–20%.
Sementara itu, dalam  kasus  non

Penerapan kebijakan pembatasan
impor  untuk melindungi konsumen di dalam  negeri  dari penyakit bawaan bawang putih. Padahal, jika tujuannya melindungi konsumen maka  pilihannya bukan membuat quota  impor  tetapi  lebih  efektif de- ngan  memperketat standar nasional Indonesia (SNI). Instrumen ini juga sering  digunakan negara  lain untuk menolak ekspor  komoditas perta- nian  Indonesia.

MELAWAN MAFIA

Melawan praktik mafia  di
Indonesia tidak  cukup dengan hanya penegakan hukum tetapi dimulai dari  advokasi kebijakan. Langkah ini penting mengingat

Hal ini didukung oleh dugaan praktik kartel  yang terbentuk ka- rena kesalahan kebijakan quota impor  daging.  Kebijakan ini awal- nya dimaksudkan untuk mendu- kung  program swasembada daging pada tahun 2014. Pembatasan impor diharapkan mampu meningkatkan produksi daging  lokal dengan target impor  daging  hanya 9,7%  dari total kebutuhan daging  nasional sekitar
561.630  ton pada 2014. Penurunan quota  impor  pada
2013 yang tidak  disertai  pening- katan ketersediaan daging  lokal menyebabkan kelangkaan daging yang membuat harga  daging  men- capai lebih  dari Rp100.000  per kilo- gram.  Padahal pada sisi permintaan,

yang baru  periode  2014–2019 meng-
ingat  perdebatannya sudah bergulir di DPR RI kurang lebih  setahun terakhir.
Amandemen ini penting untuk memperkuat KPPU dari sisi kewe- nangan menemukan alat bukti, mengubah rezim  notifikasi merger dari post ke pra merger, mening- katkan denda  administrasi menjadi maksimal Rp500 miliar,  memasuk- kan  prinsip extraterritoriality untuk mengantisipasi dampak negatif pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean 2015, memperkuat kelem- bagaan KPPU dan mengintensifkan koordinasi antara KPPU dengan pemerintah dalam  hal advokasi kebijakan.

No comments:

Post a Comment